Laman

Rabu, 16 Maret 2016

Bagaimana Negara Khilafah Mengajarkan Sejarah

Sejarah [tarikh] adalah pengetahuan yang termasuk kategori tsaqafah, dan sangat dipengaruhi oleh akidah dan pandangan hidup tertentu. Pengetahuan sejarah juga merupakan informasi politik yang sangat penting, baik sejarah tentang umat Islam maupun umat lain.

Karena sejarah ini terkait dengan tsaqafah, sebagaimana hadits dan sirah, maka ada dua poin yang harus diperhatikan. Pertama, sumber dan jalur informasi [sanad]. Kedua, redaksi dan muatan informasi yang disampaikan [matan]. Para sejarahwan Muslim, di masa awal, telah menempuh metode yang sama, sebagaimana ahli hadits dan sirah dalam penulisan sejarah.

Mula-mula dituturkan secara lisan, kemudian diriwayatkan oleh generasi pertama yang menjadi saksi dan terlibat dalam peristiwa tersebut kepada generasi berikutnya, hingga terbukukan.

Pendidikan dalam negara khilafah bertujuan untuk membentuk kepribadian Islam, maka kebijakannya harus diarahkan untuk membentuk akliyah dan nafsiyah Islam. Sejarah sebagai salah satu materi juga harus didesain sedemikian rupa sehingga tujuan tersebut bisa diwujudkan.

Selain materi sejarah yang sudah disusun, metode pengajarannya pun harus benar-benar bisa mewujudkan tujuan tersebut. Setidaknya ada tiga metode: Pertama, proses pembelajarannya harus sampai pada tingkat yang meyakinkan, atau setidaknya ghalabatu ad-dhan. Kedua,dikaji dengan mendalam. Ketiga, dipelajari untuk diaktualisasikan. Inilah ketiga metode yang akan ditempuh dalam proses pengajaran sejarah.

Negara #khilafah juga bisa membangun pusat riset dan perpustakaan terlengkap. Di dalamnya tersedia berbagai dokumen politik, manuskrip dan berbagai referensi yang dibutuhkan. Sebagaimana dokumen dan arsip tanah di zaman Khilafah ‘Utsmani yang sampai sekarang masih tersimpan dengan baik, bisa digunakan sebagai dokumen hakim dalam memutuskan sengketa yang terjadi di kemudian hari. Hal yang sama juga bisa dimanfaatkan khilafah, ketika khilafah ini tegak kembali.

Selengkapnya http://hizbut-tahrir.or.id/2015/11/29/bagaimana-negara-khilafah-mengajarkan-sejara

#IslamRahmatanLilAlamin

Follow instagram Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia @muslimahhtiid (instagram.com/muslimahhtiid)

Rabu, 27 Januari 2016

Pangeran Diponegoro


Putra Sulung Soeltan Hamengkoeboeana III
Dididik oleh moyangnya, Ratoe Ageng di Tegalreja Magelang
H.J. van den Berg dalam "Dari Panggung Peristiwa Sedjarah Dunia, III" menyatakan Pangeran Diponegoro sebagai seorang Muslim yang saleh dan taat pada aturan agama Islam. Ia menentang tingkah laku Soeltan Hamengkoeboeana IV yang mengikuti kebiasaan orang kafir Belanda, suka mabuk-mabukan hingga mati dalam keadaan mabuk minuman keras. Residen Smissaert mengangkat putranya yang baru berusia tiga tahun sebagai Soeltan Hamengkoeboeana V.
Pangeran Diponegoro melancarkan protes keras. Ia pun diangkat oleh rakyat sebagai Soeltan Abdoelhamid Eroetjakra Amiroel Moekminin, Sjaijjidin Panatagama, Chalifah Rasoeloellah saw ing Tanah Djawa. Pecahlah Perang Diponegoro 1240-1245 H/ 1825-1830 M.
Perhatikan Busana Pangeran Diponegoro sebagai pembaharu Islam di Jawa Tengah menggantikan busana tradisi Jawa dengan busana Islami. Busananya sama dengan Panglima Sentot Alibasah Prawirodirdjo, putra Bupati Madiun dan Penasehat Agama Kia Modjo. Hal ini sama dan sejamam dengan gerakan pembaharuan agama di Sumatra Barat, Imam Bonjol pemimpin Perang Padri, 1236-1252 H/1821-1837 M.
Selanjutnya baca sendiri buku "Api Sejarah" di halaman 197 sampai selesai